Gerakan Kolektif Ruang Sadar UNISKA Gelar Aksi May Day, Bangun Kesadaran Kritis Mahasiswa dan Dukung Tuntutan Buruh

Gerakan Kolektif Ruang Sadar UNISKA Gelar Aksi May Day, Bangun Kesadaran Kritis Mahasiswa dan Dukung Tuntutan Buruh

Sharing is Caring
       
  

Banjarmasin, Warta JITU — Gerakan Kolektif Ruang Sadar UNISKA menyelenggarakan kegiatan reflektif memperingati Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional, bertempat di halaman Kampus UNISKA MAB, Banjarmasin. Kegiatan bertajuk “May Day: Seremonial atau Ruang Kesadaran!?” mengusung semangat membongkar kembali makna perjuangan di balik dua peringatan besar yang kerap kehilangan substansinya di ruang-ruang akademik.

Kegiatan ini dimulai dari diskusi publik, lapak baca dan menulis, pembacaan puisi, serta ruang dialog terbuka. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong mahasiswa untuk menyadari keterkaitan erat antara ketimpangan pendidikan dan nasib kelas pekerja.

“Tujuan kegiatan ini sederhana namun mendasar, kami ingin mengembalikan makna May Day dan Hari Pendidikan Nasional sebagai ruang perlawanan, bukan sekadar seremoni,” ujar Maulidi, salah satu penggerak Ruang Sadar UNISKA.

“Kami berharap kegiatan ini bisa mendorong solidaritas lintas sektor, membangun kesadaran kritis, dan memantik keberanian mahasiswa untuk bersuara,” lanjutnya.

Dalam sesi diskusi, hadir Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalimantan Selatan, Yoeyoen Indharto, yang menegaskan perjuangan buruh masih jauh dari kata selesai. Ia menyampaikan enam tuntutan nasional kaum buruh yang menjadi fokus advokasi FSPMI dan elemen serikat lainnya.

1. Lindungi Buruh dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru.

2. Cegah PHK Massal, bentuk satuan tugas (satgas) PHK sampai tingkat provinsi.

3. Tolak Sistem Outsourcing dan hubungan kemitraan yang eksploitatif.

4. Wujudkan Upah Layak bagi seluruh buruh Indonesia.

5. Berantas Korupsi dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset.

6. Sahkan RUU Perlindungan PRT (Pekerja Rumah Tangga) sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan hukum bagi buruh domestik.

“Enam tuntutan ini adalah bentuk konkret perjuangan kelas pekerja. Kami terus mengawal ini, dan kami butuh solidaritas dari kampus, dari kaum intelektual,” ujar Yoeyoen dalam orasinya.

Gerakan ini diharapkan dapat menjadi pemantik lahirnya ruang-ruang kritis serupa di lingkungan kampus lainnya.

Penulis: Dewi

Penyunting: Dyaa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *