Pak Mahdi

Pak Mahdi

Sharing is Caring
       
  

Bangku panjang dan trotoar dingin di pal lima, sebuah tempat yang menyajikan cerita tak biasa dari seorang tua bangka yang akan kutuang dalam narasi berdasar kisah nyata, berasal dari perspektif yang tak pernah kalian sadari, tentang bajingan yang berani mengacungkan jari tengah kepada Tuhan.

Dingin, kuingat malam itu rintik hujan tak beraturan menyentuh wajah seorang paman tua yang merenung di pinggir jalan. Aku berteduh di bawah rimbun daun ketapang, mendekatkan diri ke tubuh renta si paman tua.

“Selamat malam begundal yang dinistakan kenyataan!!!” 

Ia membentak kearahku dengan suara parau dan kasar. Sedangkan aku mematung, tertegun dengan pikiranku yang masih mencerna, tentang salah apa yang tak kusadari. Sepatah kata pun belum keluar dari mulutku, namun sang paman tak berpikir lama untuk menunjukkan kuasanya.

“Maaf bila mengganggu, saya hanya ingin menawarkan sebatang rokok.”

Dengan sedikit ragu, kutawarkan sebilah rokok yang menjenguk mata binarnya dari dalam kotak surya.

Seakan semesta mendukung cerita ini, seorang ibu penjual kopi panas meniti sepeda dagangnya di depan kami, dua kopi hitam tanpa gula dalam cangkir plastik tersaji.

Mahdi namaku, ujar sang paman, seperti penyelamat dunia pada hari kiamat, namun jangankan membunuh dajjal, esok makan pun dia tak pasti.

Hampir satu jam lebih mendengar pencerahan dari mulut kotornya, di tengah ocehan tak beradab dari mulut Pak Mahdi, terseling nasihat dengan sejuta kemuliaan, nasihat dengan visi yang selaras dengan pandangan filsuf, anjuran baik dan larangan tak tertulis dalam moralitas bermasyarakat.

Terlalu kotor perbincangan yang kami bahas malam itu, maka dengan bahasa yang bisa dicerna, kuringkas semua mutiara dan berlian dari tumpukan sampah rumah sakit jiwa dalam hati Pak Mahdi. Semoga tak ada yang terlewat, beginilah adanya.

“Jangan pernah membenci, karena hatimu bisa membusuk. Jaga mulutmu, karena lisanmu bisa menusuk. Berbuatlah terpuji, agar terhindar dari celaka, karena nasib sial dan baik, tak pernah memandang engkau siapa. Aku, kau, dan bajingan seperti kita berhamburan dimana-mana. Namun ingat, integritas sebagai manusia adalah ‘memberi’. Jaga orang orang disekitarmu, berikan rasa aman, nyaman, dan ketenangan. Jangan sampai lengah, jangan biarkan mereka terjatuh dalam nestapa sepertiku.”

Entah seberapa hebat neraka duniawi yang telah Pak Mahdi lalui, seberapa laju langkah kaki yang membiarkan sosok tuanya kelaparan di pinggir jalan, dan berapa banyaknya jutaan tetes air mata sebab menahan ronta perut kurusnya.

Pak Mahdi, paman tua pendekar Pal Lima, panggilan yang disematkan kepadanya, dari sekian bajingan yang menegurnya, aku salah satunya.

Penulis: Ksatria Kuin Utara

Penyunting: Khiara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *