Judul: Sore: Istri dari Masa Depan
Genre: Romansa, Fantasi, Sci-fi
Pemain: Dion Wiyoko sebagai Jonathan
Sheila Dara Aisha sebagai Sore
Mathias Muchus sebagai Ayah Jonathan
Maya Hasan sebagai Ibu Jonathan.
Goran Bogdan sebagai Karlo
Livio Badurina sebagai Marko
Lara Nekic sebagai Elsa
Borko Nekic sebagai David
Sutradara: Yandy Laurens
Produser: Mira Lesmana, Ernest Prakasa, Agustinus Lee Martin, Yonathan Nugroho, Asim Kemas, Fx Iwan, Hotma Abigail Sirait, Melyana Tjahyadikarta, Queen Yeap
Penulis: Yandy Laurens
Bahasa: Bahasa Indonesia, Inggris, Kroasia
Rumah Produksi: Cerita Films
Tanggal Rilis (Bioskop): 10 Juli 2025
Durasi: 1 jam 59 menit
Pernahkah kamu membayangkan, bagaimana jika seseorang datang dari masa depan dan memperingatkanmu tentang keputusan yang akan kamu sesali? Apa yang akan kamu lakukan jika tahu hidupmu akan berubah drastis karena satu pilihan kecil hari ini?
Sore: Istri dari Masa Depan adalah sebuah film yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu lewat kisah sederhana namun menyentuh.
Sinopsis
Mengisahkan seorang tokoh yang bernama Jonathan (Dion Wiyoko). Ia adalah seorang fotografer asal Indonesia yang menetap di Kroasia. Kehidupannya berubah drastis ketika seorang perempuan misterius bernama Sore (Sheila Dara) muncul dan mengaku sebagai istrinya dari masa depan. Awalnya, Jonathan skeptis terhadap klaim Sore, namun perhatian dan kasih yang ditunjukkan oleh Sore perlahan mengubah pandangannya. Sore berusaha membantu Jonathan mengatasi kebiasaan buruknya dan menjalani hidup yang lebih sehat. Kehadiran Sore membawa Jonathan pada perjalanan emosional yang mendalam, dan memaksanya menghadapi kenyataan dan keputusan masa depan.
Ulasan
Film ini mengangkat tema romansa yang dibalut dengan magis oleh sci-fi, time travel dan looping time. Tapi meski berurusan dengan perjalanan antar waktu, film ini tidak menyulitkan penonton dengan teori rumit. Justru kekuatannya ada pada kesederhanaan dan emosinya, pada bersihnya cinta Sore untuk Jo. Sore yang rela ‘mati’ dan ‘hidup’ berkali-kali untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Jo.
“Ada tiga hal yang tidak bisa kita ubah: masa lalu, rasa sakit, dan kematian.“
Salah satu kutipan dari film ini menjadi benang merah dari konflik yang dihadapi para tokohnya. Namun Sore mau mengubah semuanya. Ia berusaha menghapus kemungkinan terburuk, memperbaiki yang telah terjadi, dan mencegah hal-hal yang belum sempat terjadi.
Sore terlalu berambisi dan membiarkan ego memakannya terlalu jauh, Sore memaksakan diri untuk mengubah kebiasaan buruk Jo, lupa bahwa setiap orang memiliki waktu dan caranya sendiri untuk bertumbuh.
Dan di sinilah titik paling menggetarkan dari film ini. Bahwa kita, manusia, akan selalu kalah oleh waktu. Kita tak bisa menahannya, tak bisa memintanya berhenti, apalagi memutarnya mundur. Bahkan cinta yang paling tulus pun tak bisa melawan waktu. Tapi yang bisa kita lakukan adalah hidup dengan lebih sadar menjadikan setiap detik berarti, setiap keputusan lebih jujur, dan setiap perasaan lebih tulus.
Alur cerita yang tenang dan terstruktur membuat kita larut dalam proses perkenalan ulang antara Jonathan dan Sore, serta bagaimana cinta di antara mereka tumbuh dengan cara yang tidak biasa, namun, begitu kuat. Meski ada beberapa adegan yang berulang karena efek looping time yang dilakukan oleh Sore. Hal ini justru menjadi bagian penting dari perjalanan emosional film ini, bukan menjadi celah, melainkan penguat. Setiap pengulangan membawa nuansa baru, pandangan yang berbeda dan perasaan yang makin dalam, seolah penonton diajak menyusuri ulang luka yang dirasakan Sore dan membawa kita sebagai penonton ikut merasakan marah, lelah, sedih.
Tak hanya alur ceritanya yang menarik, visual dalam film ini juga sangat memanjakan mata. Tone warna yang hangat, dipadukan dengan iringan musik yang lembut, berhasil menciptakan suasana yang menyerap penonton masuk lebih dalam ke dalam cerita. Rasanya seperti sedang ikut duduk di ruang yang sama dengan Sore dan Jonathan yang merasakan sepi, hangat, dan getir mengalun pelan dari satu adegan ke adegan berikutnya.
Akting dari para pemerannya menjadi pondasi kokoh yang menopang keseluruhan cerita. Dion Wiyoko berhasil memerankan Jonathan sebagai sosok yang keras kepala namun menyimpan kerentanan. Sementara itu, Sheila Dara tampil kuat dalam kesederhanaannya. Ia menghadirkan Sore sebagai figur yang hangat, sabar, dan menyimpan luka dengan cara yang tenang. Setiap ekspresinya terasa jujur, seolah benar-benar berasal dari seseorang yang telah mengalami lebih banyak hal dibanding tokoh lainnya. Seolah Sore memang terasa seperti dibuat untuk Sheila.
Secara keseluruhan, Sore: Istri dari Masa Depan adalah film yang terasa magis dalam kesederhanaannya. Film ini mengajak kita untuk merenungi ulang tentang waktu, kehilangan, dan keberanian mencintai tanpa syarat bahkan saat kita tahu akhirnya mungkin tidak akan berubah. Sebuah kisah yang tidak hanya tentang perjalanan waktu, tetapi juga tentang bagaimana kita memilih untuk hidup hari ini, dengan sepenuh hati.
Nah, bagaimana, Sobat JITU? Apakah Anda tertarik untuk menonton film Sore: Istri dari Masa Depan? Jangan lupa berikan pendapatmu kalian setelah menonton film tersebut di kolom komentar!
Penulis: Nova Lisa
Penyunting: Dewi
