Belajar Mencintai Diri Sendiri Melalui Buku “Love For Imperfect Things”

Sharing is Caring
       
  

“We consider it good to be good to others, but don’t forget that you have a responsibility to be good to yourself first”

(Love For Imperfect Things, hlm. 21)

Judul : Love For Imperfect Things

Penulis : Haemin Sunim

Penerbit : Penguin

Tahun Terbit : 2018

Halaman : 272

ISBN : 978052550483

Buku Love For Imperfect Things ditulis oleh Haemin Sunim, setelah sebelumnya beliau menulis buku Thing You Can See Only When You Slow Down yang terjual tiga juta copy. Haemin Sunim merupakan seorang guru agama Buddha Zen dan penulis paling berpengaruh di Korea Selatan. Karyanya kali ini mengangkat tema tentang cinta yaitu refleksinya dalam memandang dunia dengan penuh kasih. Buku ini ditulis berdasarkan inspirasi dari dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya mengenai problematika cinta, maupun pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan netizen melalui kuliah umum di media sosial.

Buku ini terdiri dari delapan bab, antara lain Self-Care, Family, Empathy, Relationships, Courage, Healing, Enlightenment, dan terakhir Acceptance. Buku ini memuat beberapa esai pendek yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dan perenungan serta quotes-quotes bijak mengenai cinta. Selain itu buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang mengandung makna tersendiri dalam setiap babnya. Ilustrasi dan gaya penulisan Haemin Sunim yang santai namun mendalam, membuat pembaca tidak cepat bosan dan ingin terus membacanya, bahkan buku ini mungkin dapat diselesaikan dalam sekali duduk.

Mari kita kupas makna cinta yang dimaksudkan dalam buku ini. Cinta? Satu kata penuh makna. Tak akan ada habisnya bila membahas tentang cinta. Cinta kadang membawa kebahagiaan, kadang membawa derita. Cinta tidak melulu tentang kesempurnaan dan bagaimana kita membahagiakan orang lain, tetapi lebih tepatnya melengkapi masing-masing kekurangan. Haemin Sunim mengajak kita untuk melihat cinta melalui ruang lingkup yang paling sederhana, di mana kita terkadang tidak sadar telah melewatkannya. Lantas siapa yang seharusnya kita cintai terlebih dahulu? Coba lihat cermin? Siapa yang ada di sana? Ya, dirimu. “When we become kinder to ourselves, we can become kinder to the world”(Love For Imperfect Things, hlm. 21). Siapa lagi yang akan mencintai kita jika bukan kita sendiri. Ketika kita bisa berbuat baik dengan diri kita sendiri, saat itulah kita bisa membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. “We consider it good to be good to others, but don’t forget that you have a responsibility to be good to yourself first” (Love For Imperfect Things, hlm. 24). Sebenarnya berbuat baik kepada orang lain itu merupakan hal yang bagus, tetapi jangan lupa bahwa kita punya tanggung jawab untuk berbuat baik pada diri kita sendiri.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan lepas dari yang namanya “relationship” baik itu dengan Tuhan, keluarga, teman, atau bahkan pacar, dan yang mendasari sebuah hubungan yang terbentuk tentu saja cinta. Bohong jika kita semua tidak ingin hidup dengan penuh cinta. Hanya saja tak bisa kita pungkiri bahwa tidak ada yang benar-benar sempurna di dunia ini termasuk juga cinta. Walaupun begitu kita selalu akan menemukan sisi baik dari sesuatu jika kita mau melihat dari sudut pandang yang berbeda. Mengutip dari halaman 89 buku Love For Imperfect Things, Haemin Sunim mengatakan “Ada orang-orang yang mencintai kita karena apa adanya kita dan ada pula orang-orang yang mencintai kita karena apa yang kita lakukan untuk mereka. Cinta yang berasal dari orang yang mencintai kita apa adanya tidak akan pernah berubah, walaupun kita membuat kesalahan ataupun mengalami kegagalan. Orang-orang seperti itulah yang pantas disebut teman dan keluarga sejati kita.”

Namun jangan sampai lupa bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, begitu juga sebuah hubungan yang didasari oleh cinta. “Sebaik apa pun sebuah hubungan, tidak dapat dimungkiri bahwa hubungan itu akan berubah seiring berjalannya waktu. Seorang teman dekat mungkin pindah ke kota lain, atau anggota keluarga dapat meninggal dunia. Begitu pula keadaan kita juga bisa berubah. Tetapi jangan biarkan ini membuat kita sedih, karena ketika satu pintu tertutup, satu pintu lainnya akan terbuka” (Love For Imperfect Things, hlm. 55). Maka dari itu, jangan pernah menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain karena mereka dapat datang dan menghilang kapan pun itu. Mari mencintai segala sesuatu dengan sewajarnya, sehingga jika dia pergi, masih ada bagian dari diri kita yang masih waras untuk menyadarkan kita bahwa semua hanya sementara. Tak kalah penting, jangan lupa untuk mencintai dirimu karena kamu berharga dan pantas mendapatkan cinta.

Penulis: Fitriana

Editor: Khiara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *