
Judul Buku: Aku Ingin Pulang meski Sudah di Rumah
Penulis: Kwon Rabin
Ilustrator: Sally Kim
Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani
Penerbit: Haru
Tahun Terbit: 2021 (cetakan pertama di Indonesia)
Tebal Buku: 208 halaman
ISBN: 978-623-7351-82-5
Harga: Rp 119.000,-
“Pasti menyenangkan menjadi siput karena ia dekat dengan rumahnya.”
Aku ingin pulang meski sudah di rumah, Kwon Rabin
Buku dengan judul “Aku Ingin Pulang meski Sudah di Rumah” adalah sebuah buku terjemahan dari Korea berisi esai pengembangan diri yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi sang penulis, Kwon Rabin. Pertama kali membaca judul buku ini di salah satu akun Instagram @saturnesss, langsung membuat saya tertarik untuk membacanya dan memasukkannya ke dalam daftar buku yang ingin saya baca.
“Aku Ingin Pulang meski Sudah di Rumah”, kita yang sudah berada di rumah terkadang merasa tidak di rumah. Saat pulang ke rumah, kita tentu ingin rasa lelah yang berasal dari hal-hal di luar menghilang. Namun, semua itu ternyata tidak sesuai apa yang diinginkan. Rasa penat itu malah tidak menghilang. Niat ingin beristirahat dari hari berat dan panjang, ketika sudah di rumah, perasaan tenang malah tak muncul juga.
Buku ini diawali dengan prolog dan kata pengantar dari dr. Jiemi Ardian, Sp. KJ. Ia memberikan pandangan mengenai rumah yang maknanya tidak sekadar sebuah bangunan fisik, tetapi lebih luas dan dalam daripada itu.
Salah satu kata-kata yang saya suka dari buku ini, yaitu “Kau bukannya lambat, melainkan tidak terburu-buru. Kita pasti pernah terjatuh ribuan kali hingga akhirnya bisa berdiri dan berjalan. Baik anak-anak maupun orang dewasa, tidak mengapa tidak mengikuti kecepatan orang lain. Lambat pun tak masalah.”
Selain itu, buku ini juga membuat saya merasa lebih tenang karena penulis mengatakan bahwa tidak apa-apa jika kita ingin melarikan diri dari masalah, kita bisa menghadapinya ketika merasa sudah siap walau penyesalan itu pasti ada. Saya juga perlahan memahami diri sendiri bahwa meski saya masih di sini, meski tempat saya berdiri masih jauh dari orang lain, walau langkah saya lebih lambat, saya tetaplah bintang yang bersinar untuk diri saya sendiri.
Buku esai Kwon Rabin ini sebenarnya bisa dibaca dengan sekali duduk. Ilustrasi-ilustrasi yang disajikan di dalamnya pun mewakili isi tulisan. Namun, buku ini berisi topik yang sensitif, seperti gangguan mental, aborsi, melukai diri, dan lain-lain. Meski begitu, ketika kita membacanya dengan bijak, perlahan-lahan, dan mencoba untuk memahami alih-alih menghakimi, kita menjadi punya sudut pandang baru karena melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda.
Jika sekarang saat berada di rumah rasanya seperti tidak benar-benar berada di rumah, itu tidak apa-apa. Seperti yang dikatakan dr. Jiemi Ardian dalam kata pengantar di buku ini, “Tidak masalah kalau sekarang kamu merasa tidak berada di rumah. Mari buat rumah kita sendiri perlahan-lahan.”
Penulis: Sha
Editor: Ums
