Kejahatan dalam kehidupan seolah tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Layaknya hitam dan putih, di mana ada kebaikan di situ juga terselip kejahatan. Saat ini salah satu bentuk kejahatan yang begitu marak terjadi yakni pelecehan seksual. Pelecehan serupa virus yang begitu cepat menyebar, hidup, dan tumbuh diberbagai aspek kehidupan tidak terkecuali lingkungan pendidikan. Kampus tempat yang dipandang sebagai sumber ilmu, sumber penanaman nilai-nilai moral justru dirampas dan dinodai oleh segelintir orang. Lingkungan kampus seakan mulai menjadi tempat tidak ramah bagi perempuan meski di dalamnya terdapat orang-orang berintelektual dan bergelar. Nyatanya, masih banyak yang tidak mencerminkan perilaku menghormati nilai maupun marwah perempuan.
Saat ini tidak sedikit orang yang gagal dalam memahami kata pelecehan. Sering kali pelecehan hanya dipahami ketika seseorang melakukan tindakan fisik terhadap korban. Oleh sebab itu, tidak heran jika masih banyak orang-orang yang melakukan pelecehan secara verbal baik melalui dunia nyata maupun dunia maya. Beberapa waktu lalu sempat ramai di media sosial perihal banyaknya oknum yang melakukan tindakan cat calling dilingkungan kampus hingga munculnya cerita salah satu korban yang mendapat pesan tidak senonoh oleh oknum dosen. Urgensi pelecehan seksual faktanya sudah sejak lama menghinggapi dunia pendidikan. Kasus-kasus yang tercatat tidak terhitung jumlahnya dan kasus yang tidak pernah sampai dan tercatat di kepolisian pun tidak kalah banyak. Permasalahan tidak hanya berkutat pada tindak pelecehannya saja. Akan tetapi, juga terdapat masalah lain ketika pelaku tidak diadili sebagaimana mestinya.
Belum lagi tidak semua korban mampu dan mau angkat bicara terhadap pelecehan yang dialami. Tentu hal tersebut bukan tanpa alasan. Ancaman, pamor dari si pelaku, kekuasaan, dikucilkan, dan nama baik menjadi faktor X mengapa kekerasan seksual acapkali tidak terendus keberadaannya. Mirisnya, saat korban memberanikan diri melaporkan justru yang didapat hanya sikap acuh tak acuh. Pelaku masih dengan bangga dan bebas berjalan ke sana ke mari. Sedangkan, korban akan terus dihantui rasa malu dan meninggalkan trauma mendalam.
Rentetan kasus demi kasus yang tak pernah ada ujungnya menjadi bukti betapa bobroknya moral orang-orang terdidik. Hal itu semakin diperkuat dengan data dari Komnas Perempuan yang mendudukkan perguruan tinggi diurutan pertama kasus pelecehan seksual tertinggi. Sangat disayangkan ketika perilaku menjijikkan hidup dilingkungan kampus dan dilakukan para akademisi. Keadaan saat ini benar-benar menghancurkan citra institusi pendidikan yang seharusnya mampu menghasilkan individu bukan hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga mengimplementasikan pengetahuan tersebut dengan perilaku yang mencerminkan harkat dan martabat orang yang terdidik. Upaya menutup mata dan mulut terhadap kasus-kasus yang terjadi hanya akan semakin memperjelas betapa ruang intelektual telah mengalami darurat moralitas. Seolah ilmu, pangkat, gelar, maupun jabatan sebagai orang terdidik tidak dapat menjadi pembeda dengan para predator buas di luaran sana. Jika sudah begini, lantas siapa yang harus disalahkan?
Penulis: Anisa
Editor: Fitriana
Sumber foto: https://tribratanews.polri.go.id/blog/pppa-9/polisi-mengamankan-pelaku-pelecehan-seksual-terhadap-atlet-51237
