Kontroversi SK Nomor 261, Rektor ULM Segera Revisi

Sharing is Caring
       
  

Rabu (26/6) Pihak mahasiswa yang digawangi oleh BEM dan DPM masing-masing fakultas maupun Universitas Lambung Mangkurat kembali menyuarakan aspirasi mereka. Melalui audiensi dengan pihak rektorat yang diwakili oleh Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Muhammad Fauzi, kali ini topik yang diangkat terfokus pada pencabutan SK Rektor Nomor 261.

Awalnya, peraturan tersebut berisi kebijakan penurunan UKT sebesar 50% bagi mahasiswa yang telah melampaui masa perkuliahan selama 8 semester. “Yang pertama, kebijakan ini sebenarnya diambil pak rektor untuk meringankan beban mahasiswa karena pimpinan universitas –dalam hal ini rektor– melihat bahwa mahasiswa yang melaksanakan skripsi, anggaplah semester 8, mahasiswa melaksanakan kegiatan penelitian, dianggap bebannya cukup berat. Membiayai penelitian, dan segala macam. Sehingga, diambil keputusan untuk meringankan. Yang kedua, juga dilihat bahwa sebenarnya beban universitas dan fakultas berkurang, dengan mahasiswa tidak kuliah lagi, kita tidak memfasilitasi uang kuliah, dan segala macam,” terang Wakil Rektor III.

Namun belum lama berjalan, ternyata peraturan itu akan dicabut karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, dan jika diteruskan dianggap dapat merugikan negara. Dijelaskan lebih lanjut oleh beliau, rektor mendapat teguran kedua dari kementerian setelah diperiksa oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), ternyata ditemukan sejumlah pelanggaran dalam SK tersebut. Berdasarkan peraturan yang diamanatkan oleh Badan Keuangan Negara, penurunan UKT bisa dilakukan oleh mahasiswa, dengan dasar-dasar ekonomi, bukan landasan “semester tua” seperti yang diterapkan sebelumnya.

“Pengambilan keputusan dari rektor terhadap rencana penghapusan terkesan tergesa-gesa. Setelah ditegur oleh Kemenristek, langsung memberikan pencabutan terhadap SK itu,” ucap Reza Mahendra, Ketua BEM FKIP.

“Memang tidak bisa menyalahkan universitas atas pengambilan keputusan, hanya saja memang untuk mahasiswa cukup memberatkan. Secara administratif, UKT hanya untuk membayar semester 1 sampai 8, dalam artian membayar gedung, dosen, gaji cleaning service, ac, ditanggung selama 4 tahun. Bagaimana jika kelebihan? Sedangkan kita kuliah enggak, memakai fasilitas enggak, ikut pembelajaran pun tidak, kecuali ikut rekos. Kenapa harus bayar full? Terkait audiensi ini, diharapkan kejelasan. Di audiensi selanjutnya, diharapkan ada transparansi UKT, jadi kita tau kenapa harus bayar full dan dimana tanggungan mahasiswa untuk membayar,” tambahnya.

Terkait kelanjutan audiensi ini, diharapkan ada audiensi berikutnya yang turut juga dihadiri oleh dekan masing-masing fakultas. Muhammad Fauzi sendiri mengatakan pasti ada revisi SK terkait nantinya yang tidak ingin memberatkan mahasiswa, sepanjang itu sesuai aturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *